Scroll Untuk Membaca
BeritaTerkini

Kota Tebing Tinggi, Dahulu Hingga Sekarang 108 Tahun

Kota Tebing Tinggi, Dahulu Hingga Sekarang 108 Tahun

Tebing Tinggi, INTARTA.com |

Kota Tebingtinggi telah berusia lebih 1 abad, yaitu 108 tahun, bukan usia yang muda lagi kalau untuk ukuran umur manusia dan sudah selayaknya catatan dan bukti-bukti sejarah itu harus disampaikan kepada masyarakat luas agar sejarah Tebingtinggi yang juga dikenal sebagai kota pendidikan, kota perdagangan, kota jasa dan transportasi dapat terus diketahui oleh para generasi muda penerus kota ini.

Scroll Untuk Membaca
Iklan

Meninjau dari latar belakangnya, asal usul Kota Tebingtinggi memiliki histori sejarah yang sangat panjang dan sangat menarik untuk kita diketahui, terutama bagi masyarakat yang lahir dan tinggal di Kota Tebingtinggi itu sendiri. Mengapa demikian? Sebab tanpa mengetahui sejarahnya, bagaiman kita bisa mencintai dan berniat untuk bersama-sama dalam memajukan kota ini seperti yang diharapkan pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Walikota H. Iman Irdian Saragih, SE.

Seperti mengutip kata pepatah yang sering kita dengar, ”tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”.

Begitulah mestinya jikalau kita ingin mengenal akan sejarah Kota Tebingtinggi, agar dengan mengenal dan mengetahui sejarah, asal usul kota ini, sebagai masyarakat kita dapat menumbuhkan rasa sayang dan rasa cinta, terutama bagi masyarakat yang lahir dan besar di Kota Tebingtinggi itu sendiri.

Sejarah dan Asal Usul Nama Tebing Tinggi

Dalam sejarahnya, para bangsawan lama yang tinggal diwilayah Tebingtinggi sering kali dikaitkan dengan sejarah terbentuknya si kota lemang.
Ini lantaran Tebingtinggi memiliki sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kerajaan Deli yang merupakan salah satu kerajaan Melayu yang ada di Sumatera.

Kerajaan Deli sendiri didirikan oleh pendiri yang bernana Tuanku Panglima Gocah Pahlawan pada tahun 1632. Selama berdiri, Kerajaan Deli menguasai wilayah yang meliputi Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebingtinggi, dan sebagian wilayah karesidenan Simalungun. Dalam sejarah yang ada, Kerajaan Deli telah menjalin hubungan dagang dengan Belanda, Inggris dan Aceh dimasa kejayaannya.

Baca Juga :  TMMD ke-126 di Serdang bedagai Resmi dibuka, Sinergi TNI dan Pemkab Percepat Pembangunan Desa

Kerajaan Deli juga memiliki bawahan yakni Kerajaan Negeri Padang yang didirikan oleh Raja Padang merupakan putra dari Raja Deli ke-3, yaitu Tuanku Panglima Perunggit. Jika dikaitkan dan digali histori sejarahnya, sebelum menjadi sebuah perkampungan, kala itu Tebingtinggi masuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Negeri Padang tersebut.

Pusat Kerajaan Negeri Padang berada di daerah Tanjung Beringin, yang sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kerajaan Padang menguasai beberapa wilayah yang meliputi Tanjung Beringin, Sei Rampah, Tebingtinggi dan sebagian Simalungun.

Mengenai asal-usul nama Tebingtinggi selalu dikaitkan dengan adanya cerita rakyat seorang bangsawan dari Bandar Simalungun (sekarang masuk wilayah Pagurawan). Bangsawan itu telah meninggalkan kampung halamannya pada tahun 1864, beliau bernama Datuk Bandar Kajum dan memiliki marga Damanik, marga asli suku Simalungun.

Dalam catatan sejarahnya, Datuk Bandar Kajum bersama pengikut setia dan para penggawa serta inang pengasuhnya pergi meninggalkan kampung halaman dengan cara menyusuri daratan di sepanjang sungai Padang untuk mencari tempat tinggal baru. Mendapati sebuah daratan, mereka berlabuh dan mendirikan pemukiman pertama kali di sekitar aliran sungai tepatnya Kampung Tanjung Marulak (sekarang Kelurahan Tanjung Marulak yang masuk dalam wilayah Kecamatan Rambutan).

Saat bermukim di daratan Tanjung Marulak, Datuk Bandar Kajum bersama para pengikutnya tidak bisa bertahan lama, kehidupan mereka tidaklah tenteram lantaran mereka terus saja diburu oleh tentara Kerajaan Raya, sehingga Datuk Bandar Kajum harus mencari pemukiman baru, namun masih berlokasi dipinggiran sungai Padang.

Lokasi pemukiman baru itu juga rerletak disebuah tebing yang tinggi. Disana, bersama para pengikut setianya, Datuk Bandar Kajum mendirikan hunian di atas tebing yang tinggi itu sembari memagarinya dengan kayu-kayu yang kokoh.

Meskipun demikian, para tentara dari Kerajaan Raya tetap mencari keberadaan Datuk Bandar Kajum dan pengikutnya. Mereka, tentara Kerajaan Raya kembali menyerang Kampung Tebingtinggi untuk menangkap Datuk Bandar Kajum, namun karena tidak berada di tempat, Datuk Bandar Kajum yang bergelar Datuk Punggawa dapat selamat. Sedangkan para keluarga dan pengikutnya berusaha melarikan diri ke Perkebunan Rambutan yang kala itu berada dibawah kekuasaan Kolonial Belanda.

Baca Juga :  Sat Lantas Polres Sergai Tegas Soal Surat Kendaraan dan Helm, Hadiah untuk Pengendara Tertib

Mendapat bantuan dari Belanda, Datuk Bandar Kajum akhirnya mengadakan serangan balasan terhadap tentara Kerajaan Raya. Dalam peperangan itu, ia bersama pengikutnya berhasil mengalahkan tentara Kerajaan Raya dengan sangat mudah.

Kemudian, untuk tetap menjaga ketentraman daerah itu dan setelah suasana aman, Datuk Bandar Kajum membuat perjanjian dengan pihak Belanda dan dalam kesepakatan dengan Belanda, daerah kekuasaan Datuk Bandar Kajum ini dilebur menjadi wilayah taklukan Kerajaan Deli yang dibawahi Kerajaan Padang.

Kesepakatan dilakukan disebuah sampan bernama ’Sagur’ dengan ditandai penandatanganan surat perjanjian antara pihak Belanda dengan Datuk Bandar Kajum di sekitar muara sungai Bahilang pada tahun 1873.

Dalam surat yang ditandatangani Datuk Bandar Kajum menjelaskan bahwa Tebingtinggi disebut sebagai salah satu daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Deli. Selain itu, surat perjanjian itu juga menetapkan batas-batas wilayah Kerajaan Deli dengan wilayahnya mencakup Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebingtinggi dan sebagian Simalungun.

Setelah penandatangan surat perjanjian itu, Datuk Bandar Kajum beserta pengikutnya dapat bertahan di daratan tebing yang tinggi atau sekarang berlokasi di Kelurahan Tebingtinggi Lama, Padang Hilir dan kini beliau juga dimakamkan disana beserta keturunannya. Daerah Tebingtinggi Lama itu diyakini mengawali cikal bakal nama Tebingtinggi yang kita kenal saat ini.

Beranjak Menjadi Sebuah Kota

Dimasa Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1907, Tebingtinggi telah menjadi salah satu kota otonom. Kota ini memiliki status sebagai gemeente (Kotapraja) yang dipimpin oleh seorang burgemeester (Walikota).

Pada masa itu, Tebingtinggi sempat berkembang sebagai kota perdagangan dan perkebunan, terutama karet, kelapa sawit, dan tembakau. Kota ini juga menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang dan pekerja yang menuju Medan atau Belawan.

Baca Juga :  Forum Strategis Kota Tebing Tinggi Dukung Pilkada Damai

Setelah Indonesia merdeka, Tebingtinggi menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya di tahun 1956, Tebingtinggi diresmikan sebagai kota administratif yang dipimpin oleh seorang Wakil Walikota. Kemudian pada tahun 1974, Tebingtinggi ditingkatkan menjadi kota madya yang dipimpin oleh seorang Walikota.

Mengambil dasar dari pernyataan resmi pertama yang dibuat oleh sejumlah tokoh masyarakat Kota Tebingtinggi pada tahun 1987, diantaranya Datuk Idris Hood bersama Adnan Ilyas, Drs. Mulia Sianipar, Amirullah, Kasmiran, Djunjung Siregar, Mangara Sirait, Sjahnan dan O.K. Siradjoel Abidin yang membuat pernyataan diatas kertas kerja dan berusaha menggali sejarah berdirinya Kota Tebingtinggi.

Pernyataan itu terdapat dalam makalah berjudul ”Kertas Kerja Mengenai Pokok-Pokok Pikiran Sekitar Hari Penetapan Berdirinya Kotamadya Daerah Tingkat II Tebingtinggi”. Kemudian, oleh pemerintah saat itu, makalah tersebut dijadikan sebagai Perda yang menetapkan bahwa awal berdirinya Kota Tebingtinggi adalah 1 Juli 1917.

Sementara itu, sejak tahun 1999, Tebingtinggi menjadi kota otonom yang memiliki hak untuk mengatur urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sendiri sampai saat ini.

Kini, di tahun 2025 Kota Tebingtinggi yang memiliki luas wilayah sekitar 38,44 km² dan didalamnya terdapat 5 Kecamatan meliputi Kecamatan Padang Hulu, Kecamatan Padang Hilir, Kecamatan Rambutan, Kecamatan Tebingtinggi Kota dan Kecamatan Bajenis, telah memiliki pemimpin baru, pemimpin muda, cerdas dan religius. Beliau adalah Walikota Tebingtinggi H. Iman Irdian Saragih, SE dan bersama Wakil Walikota Ir. H. Chairil Mukmin Tambunan, telah berhasil mengambil hati masyarakat Tebingtinggi dan menjadi pemenang dalam perhelatan Pilkada tahun 2024 yang lalu. Mereka merupakan putra daerah asli Tebingtinggi yang ingin membangun kotanya sendiri agar menjadi kota maju dan modern seperti kota-kota lain yang ada di Indonesia. Kiranya cita-cita pemimpin saat ini dapat menambah semangat seluruh masyarakat Tebingtinggi terutama generasi muda sebagai penerus nantinya. (ar)